🐇 Belajar Fiqih Syafi I
Jikasemua itu usai terlewati—dengan mutqin atau tuntas—maka dia bisa dikatakan lulus dalam mempelajari ilmu fikih mazhab Syafi'i. Dalam hal ini beliau mewanti-wanti tentang pentingnya Syaikhun Fattah (seorang guru yang mumpuni) dalam membimbing hingga gerbong akhir fikih mazhab Syafi'i . Tags: Mazhab Syafii Saksikan Video Menarik Berikut: Watch on
Fikih( bahasa Arab: فقه, translit. fiqh ) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah, Tuhannya. Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih
BelajarFiqih Mazhab Syafi'i Get link; Facebook; Twitter; Pinterest; Email; Other Apps; July 29, 2019 Hukum air yang sedikit dan najis-najis yang dimaafkan (6) Penulis Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah رحمه الله berkata, ينجس الماء القليل وغيره من الماٸعات بملاقاة النجاسة ، ويستثنی مساٸل :
DiwanImam Syafi'i. فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح. فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح. Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan
Baghdad Imam Syafi'i memenuhi undangan tersebut sejak saat itu beliau dikenal secara luas dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itulah mazhab beliau mulai dikenal.10 Ibnu Hajar mengatakan pula, bahwa ketika kepemimpinan fiqih di Madinah berpuncak pada Imam Malik, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk belajar kepadanya.
BelajarTentang Islam Search This Blog. December 20, 2008. Fiqih Khitan Dari buku Al Wajiz oleh Abdul Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Pustaka As-Sunah.Hal 68-69 . Kita akan menemukan di dalam kitab-kitab fiqih lainnya, misalnya fiqih As-Syafi''i semisal kitab Almajmu'' syarah Al-Muhazzab pada jilid 1 halaman 284/285.
Kitabini dikomentari oleh Abu al-Husayn al- Basri (w. 435 H) dalam al-Mu'tamad fi Ushul al-Fiqh. Beliau ini ulama yang cukup "aneh" karena dalam ilmu kalam mengikuti mazhab Mu'tazilah namun dalam hal fiqh beliau mengikuti mazhab Syafi'i. Al-Juwayni (w. 478 H) yang diberi gelar Imam al-Haramain, selain meringkas kitab al-Baqillani, juga menulis
ImamSyafi'i, Ulama yang tidak Pernah Lelah Belajar. Imam Syafi'i, ulama besar peletak dasar fiqih menjadi salah satu ulama yang paling diingat, tentu di luar khulafaurrasyidin yang dijamin masuk surga. Karena sejak kecil, hidup di lingkungan tradisi, mengaji pada lingkungan Nahdlatur Ulama, setiap mengaji fiqih pada surau-surau kecil
INDONESIA: Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa SMK Kumala Lestari pada materi fiqih faraidh. Padahal guru PAI telah menerapkan pembelajaran melalui pembelajaran problem base learning. Guru tersebut memberikan tugas yang berkaitan langsung dengan permasalahan nyata tentang penyelesaian kasus waris yang terjadi di keluarga masing-masing peserta didik.
.
. Yang selalu membuat kagum dari guru kami, Habib Abdullah bin Ahmad Al-Jufri, ialah beliau begitu tertata rapi dan detail ketika mengkaji ensiklopedia kitab fikih. Wawasannya begitu luas dan komprehensif. Tidak heran jika beberapa masyayikh menjuluki beliau "Ifrit"-nya fikih Syafi'i. Saya sempat bertanya, "Maulana, kitab apa yang perlu diprioritaskan dalam belajar ilmu fikih mazhab Syafi'i sesuai tahapan serta bagaimana urutannya?" "Ikhlaskan niat lllahi ta'ala serta habibina Al-Musthofa." prolognya. Lalu lanjut beliau sebagaimana yang diajarkan guru-guru kami di Hadramaut, sebagai kitab pembuka adalah 1. Ar-Risâlah Al-Jâmi'ah karya Al-Habib Ahmad Alawi Al-Habsyi w. 1144 H sebagai pengantar memasuki bahasan fikih. 2. Lalu tanamkan dasar kitab Safînah An-Najâh karya Syeikh Salim bin Abdullah bin Sumair. Untuk syarah, beliau biasa menggunakan kitab Nailu Ar-Rajâ' karya Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiri w. 1360 H karena penjelasannya detail. 3. Setelah itu buka Al-Muqaddimah As-Sughra Al-Mukhtashar Al-Lathîf karya Al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal w. 918 H. Kitab ini akan memberikanmu mukaddimah dan mengantarkan pada Al-Muqaddimah selanjutnya, yaitu Al-Kubra. 4. Barulah ke Al-Kubra Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyah karya Al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal w. 918 H. Dengan syarah Al-Busyâ Al-Karîm karya Syeikh Said Ba'isyin w. 1270 H, sebagai syarah paling mutakhir serta merangkum beberapa metode ulama sebelumnya. Syarah ini tidak memiliki Hasyiyah. Adapun terkait rekomendasi hasyiyah sebagai penunjang dan penambah wawasan, Habib Abdullah bin Ahmad Al-Jufri berkata Jika ingin ringkas dan padat, maka baca Hâsyiyah Al-Jarhazi 'alâ Al-Manhaj Al-Qawîm li Ibnu Hajar Al-Haitami karya Imam Abdullah bin Sulaiman Al-Jarhazi w. 1201 H. Jika ingin yang luas faidah dan maklumatnya, baca Hâsyiyah At-Tarmasī 'alā Al-Manhaj Al-Qawîm karya Syeikh Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Manan Dipomenggolo At-Tarmasi - Pacitan w. 1338 H. Sementara yang mencakup kumpulan dan pengelompokan perspektif para fukaha terdahulu seperti Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Imam Ar-Ramli, Imam Khatib Asy-Syirbini, Imam Asy-Syibramilsi, Imam Az-Ziyadi, dll, maka baca Hâsyiyah Al-Kubrâ 'alā Al-Manhaj Al-Qawîm [Al-Mawâhib Al-Madaniyah] karya Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi w. 1194 H. Ketika mensyarah Muqaddimah Hadhramiyah, beliau banyak menukil dari kitab yang ketiga saking luasnya maklumat yang didapat. Lalu apa setelahnya? Beliau mengatakan bahwa setelahnya ialah Matan Abi Syujâ' dengan syarahnya yang tidak asing, yaitu Fathu Al-Qarîb Al-Mujîb karya Ibnu Qasim Al-Ghazzi w. 918 H. Untuk penunjang pada tahapan kitab ini bisa baca Al-Iqnâ' karya Syeikh Muhammad Khatib Asy-Syirbini w. 979 H, juga Hâsyiyah Al-Bâjûrī 'alā Fathi Al-Qarîb karya Grand Syekh al-Azhar Ibrahim Al-Bajuri w. 1276 H. Dengan catatan sembari mengkaji kitab Fathu Al-Qarîb dianjurkan juga dibarengi dengan membaca kitab Al-Yâqût An-Nafîs karya Syeikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri w. 1360 H. Kemudian Matan Zubad Ibnu Ruslan bisa dipelajari usai Matan Abi Syuja'. Namun Matan Zubad cocok untuk memperkokoh malakah naluri kefikihan. “Dan yang paling utama untuk ini, harus dihafal!" Tegas beliau. Bukan ahli fikih kalau tidak hafal ini. Selanjutnya seorang pelajar bisa memilih antara dua mengkaji kitab 'Umdatu As-Sâlik karya Ibnu An-Naqib Al-Mashri w. 769 H atau mengkaji kitab Fathu Al-Mu'în karya Syeikh Ahmad Zainuddin Al-Malibari w. 987 H. Keduanya sama. Untuk hasyiyah atas kitab Fathu Al-Mu'în, yang direkomendasikan oleh guru kami Habib Abdullah Al-Jufri adalah kitab Tarsyîh Al-Mustafîdîn karya As-Sayyid Alawi bin Ahmad As-Saqaf w. 1335 H. Kitab ini memuat berbagai macam faidah yang tidak didapati dalam kitab I'ânah Ath-Thâlibîn karya Syeikh Abu Bakar Syatho Ad-Dimyathi w. 1310 H. Sementara I'ânah Ath-Thâlibîn sendiri, kata beliau, penjelasannya begitu banyak dan terlalu melebar. Seringkali beliau ketika mengisi pengajian merujuk ke kitab Tarsyîh dibanding I'ânah. Ssetelah itu seorang pelajar bisa memasuki kitab Al-Minhâj [Minhâj Ath-Thâlibîn] karya Imam An-Nawawi w. 676 H. Jika semua itu usai terlewati—dengan mutqin atau tuntas—maka dia bisa dikatakan lulus dalam mempelajari ilmu fikih mazhab Syafi'i. Dalam hal ini beliau mewanti-wanti tentang pentingnya Syaikhun Fattah seorang guru yang mumpuni dalam membimbing hingga gerbong akhir fikih mazhab Syafi'i.
“Alaa laa tanalul ngilma illa bisittatin,Saunbi kangan majmuungiha bi bayaniDzukain, wa khirsin, wastibarin, wabulghotin, wairsyadziustadin wa thulizzamaani”.Begitulah penggalan syair yang disadur dari kitab ta’limul muta’alim milik Syekh Azzarnuji. Kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus dan memiliki kualitas untuk membantu kita agar termotivasi untuk selalu rajin belajar. Kitab ini banyak menjadi rujukan para santri atau murid yang sedang memeperkkaya ilmu bagaimana cara sukses belajar menurut Imam Syafi’i? Salah seorang imam besar dan ulama yang disegani oleh banyak ulama lainnya, simak selengkapnya dibawah CerdasKecerdasan yang kita miliki merupakan Anugerah dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan kita harus cerdas untuk mampu menghafal ayat – ayat Al-Quran untuk waktu yang lama. Salah satu ulama yang terkenal akan kecerdasannya adalah Al-Imam Al-Bukhari, dimana ia mampu menghafal lebih dari 100 ribu Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa Muhammad bin Hamdawaih berkata, “Aku mendengar Imam Bukhari berkata bahwa ia telah menghafalkan hadits shahih dan hadits tidak shahih.” Disebutkan hal ini dalam muqaddimah Fath kuatnya hafalan Imam Al – Bukhari, beliapun diuji oleh ulama Baghdad. Ada sekitar 100 hadits yang diujikan dengan masing masing ulama memegang 10 hadits. Hadits itu diacak. Berikut pendapat orang BaghdadImam Bukhari ditanya tentang hadits-hadits tersebut oleh masing-masing ulama. Ketika ditanya, Imam Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak mengenal hadits tersebut.” Semua soal mengenai haditsa, beliau jawab seperti itu, “Saya tidak mengenal, saya tidak mengenal, dan seterusnya.” Hingga orang-orang menilai, Imam Bukhari ini ternyata sedikit pengujian dari sepuluh ulama ini selesai dengan total ujian 100 hadits, Imam Bukhari lantas berkata pada penguji yang pertama, “Adapun hadits yang engkau sebutkan adalah seperti ini dan yang benarnya seperti ini.” Seterusnya seperti itu, hadits yang mereka ucapkan tadi diulang, lalu beliau menyebutkan benarnya bagaimana 10 ulama beliau jawab hingga total 100 hadits tadi selesai beliau sebut dan ketika itu mengembalikan sanad dan matan haditsnya sesuai dengan yang benar, padahal sebelumnya telah diacak dan dibolak-balik. Dari situlah orang-orang sangat mengakui kekuatan hafalan dari Imam kisah di atas telah teruji shahih oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dalam tahqiq beliau terhadap kitab Al-Ba’its Al-Hatsits karya Ibnu kisah diatas kita bisa simpulkan seberapa kuat hafalan Imam Bukhari hingga bisa membetulkan yang keliru. Selain itu, ada dua tipe ulama dalam menghafal. Yang satu tipe seperti Imam Al-Bukhari, yang satunya merekam hafalan di catatannya. Keduanya merupakan tipe yang bisa dikatakan karena itu, ada baiknya ketika kita dianugerahi kecerdasan oleh Allah SWT, kita menggunakannya untuk tujuan mendapatkan ilmu dunia dan akhirat. Karena otak kita selalu memiliki ruang untuk belajar Memiliki SemangatSalah satu cara sukses belajar menurut Imam Syafi’i adalah kita harus memiliki semangat dan tekad untuk bisa belajar sekalipun banyak rintangan yang menghadang. Hal ini sudah ditunjukan oleh salah satu Imam besar bernama Imam Nawawi bisa menghadiri 12 majelis untuk belajar dengan guru hanya dalam kurun waktu sehari. waktu ini belum termasuk waktu menulis beliau. Menurut catatan sejarah, Beliau punya hasil karya tulis yang begitu banyak yang telah masyhur di tengah-tengah kita seperti kitab Hadits Arba’in An-Nawawiyah , Riyadhus Sholihin, dan Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Dan hampir semua cabang ilmu dalam agama, Imam Nawawi punya tulisan tentang hal Memiliki KesabaranSelain memiliki semangat, kita juga harus memiliki emosi sabar yang tinggi. Karena tidak ada belajar yang langsung pintar. Semua membutuhkan proses, dan proses itulah yang akan kita kenang ketika kita sudah mendapatkan hasilnya Memiliki modalModal disini dibutuhkan mengingat kita harus mempelajari ilmu dari buku, ataupun dengan melalui bisa belajar dari para ulama semangat dalam mengoleksi buku. Diceritakan oleh Ibnu Hajar mengenai Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Duror Al-Kaminah, “Ibnul Qayyim sangat semangat mengoleksi buku. Sampai-sampai koleksian bukunya tak terhitung. Anak-anak beliau sampai-sampai menjual buku-buku beliau setelah Ibnul Qayyim meninggal dunia. Itu butuh waktu yang lama. Itu selain dari buku yang anak-anaknya memilih untuk mereka sendiri.” Dinukil dari Uluw Al-Himmah, hlm. 189-1905. Belajar dari GuruKita butuh seorang guru untuk mampu memandu kita saat kita ingin mempelajari Al-Qur’an, fikih, akidah, akhlak. semua itu butuh panduan guru. Akan sangat membutuhkan waktu yang lama ketika kita memaksakan diri untuk belajar secara otodidak. Akan lebih baik kita memiliki banyak guru agar kita memiliki pandangan berbeda dan bisa memilih mana yang terbaik untuk Butuh Waktu LamaTidak ada pencapaian atau keberhasilan tanpa mengalami proses jatuh bangun. Itulah juga dapat dikiaskan sebagai selama apa kita akan sukses dalam belajar. Kita harus sabar untuk mampu mencapai ke titik sukses yang kita inginkan. Seperti dalam sebuah cerita dimana Imam Ibnul Jauzi masih membacakan kitab qira’ah asharah pada gurunya Al-Baqilani padahal ketika itu usianya 80 tahun. Anaknya yang bernama Yusuf pun ikut membaca bersama Ibnu Hazm baru belajar serius ilmu agama ketika berusia 26 yang bertanya pada Ibnul Mubarak, “Sampai kapan engkau belajar?” Beliau menjawab, “Sampai mati insya Allah.”Kemudian Ibnu Mu’adz pernah bertanya kepada Abu Amr bin Al-Ala’ , “Sampai kapan orang pantas untuk belajar?” Jawab beliau, “Sampai seseorang itu pantas untuk hidup.”Ibnu Aqil ketika berada di usia 80 tahun masih terus semangat belajar. Beliau pernah mengatakan,“Aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku. Aku ingin terus menggunakan lisanku untuk mudzakarah, penglihatanku untuk muthala’ah menelaah. Aku tetap ingin terus berpikir di waktu rehatku sehingga ketika bangkit, aku sudah menuliskan apa yang aku ingin tulis. Aku terlihat lebih semangat ketika berusia 80 tahun dibanding ketika usiaku 20 tahun.” Dinukil dari Uluw Al-Himmah, hlm. 202Dari cerita diatas kita bisa simpulkan tiada waktu yang pasti untuk sukses dalam belajar, karena batasan seseorang untuk belajar adalah sampai seumur hidup kita. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
belajar fiqih syafi i